Sabtu, 26 Februari 2011

Metode Penalaran Deduktif dan Induktif

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

Metode Induktif

Metode penalaran induktif adalah adalah suatu penalaran yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Jenis-jenis penalaran induktif adalah :
Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.
• Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
• Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Generalisasi: Semua bintang sinetron berparas cantik.
Pernyataan “semua bintang sinetron berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya:
Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.
Macam-macam generalisasi
Generalisasi sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk
Generalisasi tidak sempurna
Adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon.
Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna
Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.
Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah:
1. Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
2. Sampel harus bervariasi.
3. Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.
Kausalitas
Kausalitas merupakan perinsip sebab-akibat yang dharuri dan pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.
Analogi
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada. Contohnya pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Salah Nalar
Salah nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Terdapat beberapa bentuk salah nalar yang sering kita jumpai, yaitu: menegaskan konsekuen, menyangkal antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan konklusi pasangan.

Metode Deduktif

Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Contoh :
Sebuah sistem generalisasi.
Laptop adalah barang eletronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi, DVD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,
Generalisasi : semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Deduksi ialah proses pemikiran yang berpijak pada pengetahuan yang lebih umum untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus.
Bentuk standar dari penalaran deduktif adalah silogisme, yaitu proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi)
Bentuk silogisme
• Silogisme kategoris: terdiri dari proposisi-proposisi kategoris.
• Silogisme hipotesis: salah satu proposisinya berupa proposisi hipotesis.
Misalnya:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah
Premis 2 : Sekarang hujan
Konklusi : Maka jalanan basah.
Bandingkan dengan jalan pikiran berikut:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah
Premis 2 : Sekarang jalanan basah
Konklusi : Maka hujan.
Silogisme Standar
Silogisme kategoris standar = proses logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris.
Proposisi 1 dan 2 adalah premis
Proposisi 3 adalah konklusi
Contoh:
“Semua pahlawan adalah orang berjasa
Kartini adalah pahlawan
Jadi: Kartini adalah orang berjasa”.
Kesimpulan hanya dicapai dengan bantuan proposisi dua
Jumlah term-nya ada tiga, yakni: pahlawan, orang berjasa dan Kartini.
Masing-masing term digunakan dua kali.
Sebagai S, “Kartini” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Sebagai P, “orang berjasa” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Term “pahlawan”, terdapat 2 kali di premis, tapi tidak terdapat di konklusi.
Term ini disebut term tengah (M, singkatan dari terminus medius). Dengan bantuan termtengah inilah konklusi ditemukan (sedangkan term tengah sendiri hilang dalam konklusi).
Term predikat dalam kesimpulan disebut term mayor, maka premis yang mengandungterm mayor disebut premis mayor (proposisi universal), yang diletakkan sebagai premis pertama.
Term subyek dalam kesimpulan disebut term minor, maka premis yang mengandungterm minor disebut premis minor (proposisi partikular), yang diletakkan sebagai premis kedua.
Term mayor akan menjadi term predikat dalam kesimpulan; sedangkan term minor akan menjadi term subyek dalam kesimpulan
Dengan demikian, kesimpulan dalam sebuah silogisme adalah atau “S = P” atau “S ¹ P”. Kesimpulan itu merupakan hasil perbandingan premis mayor(yang mengandung P) dengan premis minor (yang mengandung S) dengan perantaraan term menengah (M).
Karena M = P; sedang S = M; maka S = P
Premis mayor M = P M = term antara
Premis minor S = M P = term mayor
Kesimpulan S = P S = term minor
Hukum-hukum Silogisme
a. Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:
1. Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
2. Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
3. Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
4. Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.
b. Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi.
1. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
2. Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif.
3. Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yang paling lemah)
4. Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.
Bentuk Silogisme Menyimpang
Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan lebih banyak menggunakan bentuk yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada bermacam-macam. Dalam logika, bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan dalam bentuk standar.
Contoh:
“Mereka yang akan dipecat semuanya adalah orang yang bekerja tidak disiplin. Kamu kan bekerja penuh disiplin. Tak usah takut akan dipecat”.
Bentuk standar:
“Semua orang yang bekerja disiplin bukanlah orang yang akan dipecat.
Kamu adalah orang yang bekerja disiplin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar