Jumat, 24 Desember 2010

berita dikuasai sepak bola

Siapa yang tak senang melihat tangguhnya Timnas Indonesia. Siapa pula yang tak terpukau melihat semangat Firman Utina, dkk. Bayangkan saja, tim yang masuk final AFF ini digadang-gadang menjadi tim yang sangat diimpikan. Tak ayal, jutaan pendukung melototkan mata pada setiap pertandingan. GARUDA DIDADAKU. Aku bangga menjadi orang Indonesia. Rasa ini lahir dari sepak bola, dari para penggila bola sampai yang baru nonton bola.

Alangkah takjubnya, sampai berita televisi sebagian besar dihiasi informasi sepak bola. Lihatlah TvOne begitu hebohnya memberitakan timnas Indonesia, dari pagi sampai pagi lagi. RCTI bahkan kalah saing untuk pemberitaan Timnas, padahal yang menyiarkan siaran langsungnya. Ah, RCTI mending menyiarkan sinetron kali ya . Lucunya, berita sepak bola kok dibikin gosip ya. Irfan Bachdim gitu loh, pujaan baru para perempuan. Nah, berita sepak bola terlalu banyak memakan ruang berita televisi. Kok saya begitu sewot ya. Masalahnya begini, dibalik hingar bingar sepak bola yang kita banggakan, begitu banyak berita yang mulai tampak sayup sayup terdengar. Misalnya, masalah korupsi Gayus. Gayus sudah dituntut, kok yang katanya memberi suap kok semakin tidak terdengar ya. Padahal ada masalah penting yang harus diangkat dibalik kasus korupsi yang semakin menggurita. Masalah Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta, bagaimana ya? Ah, semakin rabunlah mata ini, beritanya sepak bola melulu.

Saya malah tertawa, ajang kebangkitan dan pemberitaan ini bak lolosnya Nurdin dari lubang jarum. Dia malah ambil kesempatan untuk unjuk gigi. Padahal, berita tetang kacau balaunya PSSI masih segar diingatan. Apa gunanya Timnas bagus, kalau lembaga yang menaunginya masih bobrok. Ok, saya sangat sinis, sekarang tidak kelihatan bobrok, bagaimana kalau nanti malah menjadi borok yang semakin menyebar di olah raga yang sangat populer di negeri ini. Jangan sampai atlit sepak bola malu gara-gara PSSI. Inilah akibat pemberitaan sepakbola terlalu banyak. PSSI seolah-olah semakin membaik. Padahal, prestasi sepak bola masih jauh asap dari arang. Aneh loh, walaupun menang Piala AFF nantinya. Sepakbola kita masih menghasilkan prestasi yang kecil. Negara sebesar ini, prestasi bolanya masih sangat jauh di Bandingkan Thailand. Eneg rasanya euforia sepak bola kok malah mengaburkan berita lainnya.

Media televisi (pemberitaan) di negeri ini mengikuti garis lurus. Maksud saya begini ketika Tim kita menang, semua memberitakan sepak bola. Kalau kalah, nol lah berita sepak bola kita, ada juga caci maki. Kalau satu teve memberitakan korupsi, tikus kantor melulu beritanya. Kalau satu siaran teve memberitakan Yogyakarta, hebohlah tentang keistimewaan Yogyakarta. Masalah lain yang besar dibalik pemberitaan sepak bola adalah pendangkalan rasa nasionalisme kita. Bagaimana kalau sepak bola kita kalah. Hancur pula nasionalisme kita. Berita sepak bola tidak cukup membuktikan rasa nasionalisme bangsa kita. Ingatlah siapa pemimpin PSSI dan kasus yang membuat dirinya sempat berkantor dibalik jeruji.

Initinya begini, jangan sampai berita sepak bola, menutup informasi lainnya. Jangan sampai pula arus informasi begitu gampangnya dialihkan. Semoga saja tidak begitu buruknya. Ingat loh Gayus dituntut 20 Tahun, bagaimana dengan yang memberi suap? Semoga saja ada keseimbangan informasi. Saatnya nonton Sule, TvOne lewatkan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar